Sabtu, April 21, 2018

Sketsa

Judul   ; Wanita Bersegera
Media ; Cat minyak diatas kanvas
Dibuat ; Feb,2003



Deskripsi: Waktu begitu cepat berlalu dan kita tidak akan pernah tahu kapan akan meninggalkan dan menyambut para pendatang.Bersegara adalah pilihan ketika berakhir adalah kepastian

;


Judul    ; Persahabatan
Media   : Cat diatas kanvas
Dibuat ; July, 2003
Deskripsi :Persahabatan adalah keindahan yang bebas dari kenyinyiran, semua terwajarkan dan mengalir adanya.Ketika aku menjadi kita maka segala yan terwujud adalah kekuatan.




Judul : Bias
Media ; Pulpen diatas kertas
Dibuat : September, 2004
Deskripsi : Ketika Logika dan hati sudah tidak sinkron dalam melihat bentuk apalai yang bisa dimengerti? Tertinggal hanyalah pertanyaan dan persepsi yan tak selaras dengan kenyataan.




 Judul     ; We Are is Woman
Media    ; Cat minyak diatas kanvas
Dibuat    : Juli 2004
Deskripsi; if you think that we beautiful enough, if you think that we are strong enough, if you think that  we are smart enaough, it is true becuse we are woman.



Judul        ; Waktu
Media       ; Pensil diatas Kertas
Dibuat    : Oktober 2005
Deskripsi; Ada yang selalu baru yang tak pernah terhenti dan kuno, yan tak bisa terkendali dan tak terhindarkan, pada bilangan yan sama dan putaran yang sama dia tak pernah sama nilai.




Judul        ; Patah Hati
Media       ; Pensil warna diatas kertas
Dibuat    : Okt 2005
Deskripsi; Hancur lebur.Tak terbendug air mata.Limbung tak ada harapan. Rontok tulng belulang. Nafas terhenti tapi tidak mati.







Judul ; Pride
Media ; Pinsil diatas Kertas
Dibuat ; Des 2005

Deskripsi : Dimana Emosi atau perasan dalam hati yang dapat mengacu pada makna negatif seseorang akan status atau prestasi yang dirasa menjulang dan berlebih, maka itulah yang sebenernya dasar dari keangkuhan dan kesombongan


Judul ; Kabut
Media ; Pinsil diatas Kertas
Dibuat ; Feb  2006
Deskripsi : Kutemukan kumpulan tetes-tetes air yang bergumpal dan melayang-layang di udara seperti membentuk lingkaran kosong yang minta diisikan oleh harapan juga doa.




Judul ; Lelaki Pembohong 
Media ; Pinsil diatas Kertas
Dibuat ; March  2006
Deskripsi : Kutemukan banyak parasit yang menempel dengan bujuk rayu busuk dan sandiwara picisan, mungkin kelihatannya aku terbuai tetapi itu cuma pura-pura saja agar aku disebut wanita dan kau disebut laki-laki.









Judul ; Indah
Media ; Pinsil diatas Kertas
Dibuat ; March  2006
Deskripsi :Dunia ini terlalu indah bila dipenuhi kebencian, tumbuh dan hiduplah untuk sling melengkapi.

JEJAK TIPIS




Aku pernah bicara padanya, tentang adanya ruang jiwa dalam diriku yang masih mencari penghuninya. Ruang ini adalah ruang rahasia yang menyimpan banyak pertanda. Pertanda yang kerap menuntut aku tuk bisa membahasakannya, menyimpulkannya, dan menjadikannya objek faktual bukan hanya ilusi yang bercampur baur dengan khayalan dan imajinasi.
Namun aku tak sanggup menciptakan pertanda itu menjadi sebuah subjek materil. Tak mampu menafsirkannya, mendistorsikannya menjadi sebuah bentuk dan tak mampu memaknainya menjadi sebuah peristiwa atau identitas.
Otakku begitu kaku dan statis jika menyangkut yang ini. Tak bisa dengan mudah menerima stimulus-stimulus yang bersumber dari pertanda ini. Otakku dipenuhi persepsi yang terpecah-pecah, tak bisa bekerjasama dengan hati yang tak kalah rumit walaupun, hanya sekedar merasa dan mengakui. Dan akibatnya, aku seperti makhluk kerdil yang disimpan dalam ruang hayati yang gelap dan misterius. Namun bagiku, ini adalah seperti mengalami hidup dengan pertanda: merasakan detak dan getaran yang bersumber pada energi yang bergerak dan berubah-ubah.
Hanya padanya sahabatku yang kukenal 10 tahun yang lalu aku bisa berbagi, setidaknya dia bisa mengalami atau mungkin dia merasakan apa yang kurasakan. Sepertinya dia bisa kuajak bicara dan memiliki toleransi terhadap pikiranku yang kadang tak beraturan, terbelah-belah, terpecah-pecah, dan terkotak-kotak.
Quella, aku memanggilnya. Dia seorang dosen di salah satu universitas di kota ini. Aku mengenalnya sejak dulu sebagai perempuan pekerja keras, cerdas, dan tentunya: cantik. Perhatiannya tinggi terhadap sosial, seni, sastra, budaya, pendidikan, dan kaum perempuan. Mungkin itu yang membuatnya begitu sibuk dengan sebagai dosen dan penulis.. Aku tak bisa membayangkan bagaimana dia menjalankan ini setiap harinya, tapi aku sudah tahu: Quella memang orang yang ambisius dan tegas.
Memang, tak banyak yang kutahu tentang dirinya. Dia tak banyak bicara, bersamanya aku terus seperti memikirkan pikirannya.kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Kami berkomunikasi dengan pikiran. Segala yang kami pikirkan begitu banyaknya, hingga kami hanya bisa memaknai perubahan-perubahan itu lewat mimik muka dan helaan nafas. Bahasa tubuh itu yang kami persepsikan kemudian mendorong kami untuk memahami suatu pikiran yang dengan diamnya kami terima sebagai hal yang benar.
Tapi itulah pertautan kami bersama dalam sunyi, sibuk dengan urusan pribadi. Namun kami saling kuat dan merasa ada. Kebersamaan ini nyata karena kami saling mempengaruhi, berfikir, memutuskan, dan memahami. Dan itulah fakta kehidupan. Meski kadang kami tersadar kalau kami telah melewati waktu dengan begitu cepat dengan keterasingan ini. Apa yang membuat kami begitu berahasia sehingga perilaku ini begitu terahasia mungkin karena interaksi personal dan lingkungan psikologis yang membuat kami begitu berahasia. Meski tubuh ini begitu jauh, kenapa hati ini begitu akrab. Semoga kami masih memiliki toleransi untuk bisa saling bersama.


Malam semakin larut saat kutatap keindahan kota ini di balik jendela. Sebatang rokok cukup menjadi teman untuk sekedar mendengarkan apa yang kurasa. Kerlap-kerlip lampu kota menghiasi pekat malam seperti pangeran penjaga bagi gedung-gedung tinggi dan bangunan-bangunan yang berjejer rapi. Tak banyak yang berubah. Keadaan kota ini sama seperti dulu ketika aku menghabiskan kuliah di sini.
Di antara kerlipan cahaya itu aku seperti melihat sesosok tubuh yang selalu tersenyum, tipis, sedikit dan nyaris tak terlihat dengan tatapan mata yang selalu sayu.
Dalam keadaan yang sama dulu, ku membayangkan di antara gedung-gedung dan kerlap-kerlip lampu kota itu aku terbang menggelinding dan membubung merayap perlahan dengan kecepatan yang tinggi meninggalkan jejak tipis pada dinding-dinding gedung. Dan bayangan ini akan menggemparkan seluruh warga sekitarnya karena jejak yang ditinggalkan sudah berganti dengan sesosok tubuh yang membujur kaku. Menurutku, itu adalah cara kematian yang paling seksi, paling indah, dan menakjubkan.
Kami pernah merencanakan meski sekedar imajinasi liar, terbang bersama melewati gedung-gedung dan kerlap-kerlip lampu kota pada malam yang paling sunyi, lalu kami akan terbang dengan tinggi.
Pada malam yang tersunyi, tubuh-tubuh telah berkemas untuk terbang, melayang dan membubung tinggi menyapu gedung-gedung dan belantara kota, menyisakan kata selamat tinggal dan meninggalkan jejak tipis di pusat kota. Dalam posisi yang berlawanan, kami tak akan pernah saling tertukar, masing-masing punya alur dan arah yang berbeda untuk menempuh tujuan ini karena kami memang berbeda. Pikiran kami berbeda, cara pandang kami berbeda, dunia kami berbeda, dan alasan kami pun berbeda. Kami tak ingin saling memberi tahu, ini menjadi rahasia kami masing-masing. Pada hitungan ketiga kami sepakat akan menjatuhkan tubuh di tempat yang sama secara bersamaan.
Entahlah, apakah saat itu kami saling menatap, atau saling berpegangan tangan, atau sekedar sama-sama mengucapkan kata selamat tinggal. Yang kami rasakan adalah kelegaan, ketenangan, dan kebebasan dari himpitan-himpitan yang menyempitkan otak dan hati kami. Aku tak pernah bertanya padanya kata-kata apa yang dia teriakkan untuk mengiringi kepakan tangannya yang tanpa sayap itu meluncur cepat menembus batas kehampaan, kemarahan, kekalahan, kekecewaan, kesendirian, dan keterasingan yang makin menguntit.
Semua ini lepas tanpa harapan, tanpa keinginan, dan tanpa kesedihan. Kami terbang dengan keterasingan, melepaskan semua beban meninggalkan jejak tipis tanpa keinginan. Membiarkan tubuh ini teronggok dengan kebahagiaan tingkat tinggi dengan kesendirian yang tunggal. Kami bukan paranoid atau Kaum Heboid, tapi kami melewatinya dengan rasa gembira yang mendalam.
Kami kembalikan tubuh ini kepada Yang Menciptakan dan tak perlu penjelasan atas sadar atau tidaknya hal ini. Tubuh ini adalah bukti dan sebab mengapa kami begitu sukar merumuskan alasan karena bahasa kami tak sanggup menyusunnya secara sistematis untuk mengatakan apa yang sedang terjadi dalam tubuh ini, diri ini. Kutinggalkan tubuh ini dan membiarkan semesta memahaminya sendiri.
Kami kembalikan tubuh ini kepada yang menciptakan dan tak perlu penjelasan atas sadar atau tidak, hal ini terjadi .tubuh ini adalah bukti dan sebab mengapa kami begitu sukar merumuskan alasan karena bahasa kami tak sanggup menyusunnya secara sistematis untuk mengatakan apa yang sedang terjadi dalam tubuh ini .kutinggaljan tubuh ini dan membiarkan semesta memahaminya ssendiri.

 Ketika ku tahu semua hanya ilusi maka lukisan lukisan ini tak lagi memberi komentar pada apa yang sedang kupikirkan.Aku begitu merindukan perempuan itu.Meski jejak yang dia tinggalkan sangat tipis dan nyaris tak terlihat namun jelas dan nyata membekas didada.Aku menarik nafas panjang kesunyian ini pasti karena nya.Karena kutahu hanya aku dan dirinya yang mengerti dunia kita dan hal itu sudah pasti tak bisa disentuh oleh siapapun.Quella pemilik ruang rahasia ini.

21Juli 2013 pada sebuah Galery( Bali)

LORONG ITU MASIH SAMA


“ Ini bukan menjual suara rakyat ini adalah pengabdian pada rakyat !”
kata – kata masih terngiang di telingaku.Tapi aku masih berdiri tegak pada pendopo menatap megah gedung Walikota yang tak berubah konsruksinya hanya beberapa sudut berganti pilar dan taman - taman kecil yang di buat melingkar seolah menjaga  gedung ini agar tetap terlihat ramah dan manis.16 tahun lalu aku di sini menyaksikan karnaval perayaan hari jadi kota yang selalu dekat di hati ini.
kota ini penuh dengan detak, seolah tak padam mesti aku  dating tidak sebagai petualang yang merindukan pulang.kata-kata itu masih nyaring:
“ Apa bedanya? Toh kita mengharap uang dari lembaran suara rakyat yang kita dapat !’
“ Kita bukan revolisionaer yang kesiangan! Kita hanya buruh!”
“ Tapi kamu tahu bahwa  pulpenmu bias mengubah A tidak lagi jadi A! bahkan kamu bisa sama sekali tidak melakukannya, kamu bisa menembak seenak perutmu setelah kamu dapat data singkat dari pejabat setempat”
“ Aku tidak begitu, aku bekerja untuk uang.Bekerja dengan sebaik-baiknya.!”
“ Kamu bisa saja memanipulasi semua jawaban mereka hanya dengan mengubah angka-angka itu. Apa itu yang kamu sebut membela rakyat ??”
“ Aku tidak membela siapapun, rakyat, Negara atau bangsa. Aku hanya melakukan penelitian dengan baik karena aku di bayar!”
“ kalo hanya uang alasanmua kenapa kamu tidak jadi pelacur saja  toh kamu cantik??”
Selalu kata-katamu membuat aku benci dan panik
“ Terserahlah!!!”
Senyumku masih nanar ketika kulihat lapangan itu,Namanya Lapangan Pasar Baru kareana tidak jauh dari sana ada terminal dan pasar tumpah namanya pasar baru .Segala dagangan ada disana dari sayur-sayuran, buah-buahan, kebutuhan sembako, pakaian, mainan dan semua barang-barang yang ada di pasar tradisional pada umumnya. Setiap abis gajian biasanya aku dan ibuku belanja kesana, sengan naik becak.Aku senaang sekali karena aku bisa membeli barang yang aku mau.Aku sekali sekali ikan hias dan ibuku akan membelikannya dengan senang hati akren aku membantu belanjaannya yang banyak.
Sebelum ke pasar aku selalu melewati lapangan ini. Dulu  setiap pelajaran olah raga aku selalu kesini, berjalan beriringan dibimbing oleh guruku bu Een guru olah ragaku yang galak dan judes.Kalo aku main kasti biasanya aku selalu menang akrena badanku yang kurus dan mungil gampang untuk lari dan berkelit. Teman dekatku waktu itu Selly cantik dan lebih kecil dari ku.dia anak guru yang tinggal di rumah dinas sekolahku.Ada juga Neneng, Salbiah, Ai,Encum, dan teman ku yang paling baik adalah Maruli. Dia baik dan menyukaiku.
“ wawancara apa sih? Ah..sudah banyak yang begini. Tapi tetep aja rakyar miskin dan harga-harga semakin naik. Semuanya Cuma janji-janji !!”
Mungkin benar tapi aku  hanyalah pekerja bukan penguasa yang mampu merubah sistem di negara ini menjadi apa yang seperti kau mau.
“ Coba lihat , lihat apa bisa dengan menjawab semua pertanyaanmu yang banyak itu aku bisa membeli susu buat anakku, bayar kontrakan yang udah 2 bulan nunggak, beli beras,bayar utang atau memperbaiki becakku. Gak bisa. Cuma buang-buang waktu Maaf saya gak ada waktu!”
            Memang benar, kesejahteraan yang kamu inginkan tidak bisa di dapat denagn sekejap mata,kehadiranku hanyalah suatu kunjungan untuk melihat apa-apa yang terjadi di amsyarakat. Untuk kemudian datanya aku laporkan agar menjadi bahan pertimbangan bagi suatu kebijakan.
“ rakyat kecil tidak butuh , teori da n konsep.Kita cuma butuh beras!”
Hidup yang layak dambaan semua manusia di muka bumi aku hanyalah butuh sedikit infirmasi dan aspirasi dari masyarakat sebagai suatu perwakilan dari  masyrakat di wilayah ini.
“ Aku bukan sample untuk jadi komiditi  santapan para politik yang mengatas namakan  rakyat. Karena aku tak pernah tahu kemana larinya suara hatiku selama ini??? “
“ Apa kamu  tahu  suara hatiku akan lari kemana   ???”
Entah….!!!
“ Apa kamu yakin di atas sana, mendengar aku. Kalo mendengar kenapa tuli?!
            Perjalananku yang penuh detak baru sampai di pintu air.Perisdo dulu aku menyebutnya.tercatat 3 kawan kecilku Uni, Usman dan Rogaya tenggelam disini setelah 2 jam berlalu mayatnya sudah hancur di amuk besi-besi tajam pintu air .Beberapa organ tubunhnya hilang entah hancur menjadi serpihan-serpihan dan hanyut di bawa air atau terbawa arus deras air Kalimangun.
            Saat itu Rogaya yang masih berusia 8 tahun di temukan tergencet pipa-pipa besar dengan tubuh yang hacur. Sejak saat itu Ibuku melarangku mencari ikan cupang di pinggiran pintu air karena takut banjir banding akan terjadi lagi.Saat itu aku tak banyak tahu tentang kelanjutannya yang aku tahu aku kehilangan teman bermian umpet dan main karet, Rogaya dan Uni.
Buih bercampur samapah, palstik dan bangkai binatang.Gejolaknya seperti  jantung yang meminta korban untuk  tumbal  para roh yang menghuni pintu air agar tanggul tidak jebol hingga airnya tidak menyeruak masuk ke perumaan elit R.A Kartini.Mungkin juga Rogaya dan Uni menyambut kehadiranku sekedar mengucapkan selamat dating karena dulu dia tidak sempat menyebutkan selamat tinggal padaku saat kepergiannya yang mendaadk dan tragis.Aku seperti melihat lambaian tangan dan senyum kecil Uni karena menemukan ikan lele di sini.aku takjub sebab aku tak pernah merasakan perasaan serindu ini pada masa kecilku. Aku juga merasakan kalo gemirincik air  itu begitu berisik seolah bercerita tentang apa-apa yang terjadi selama 16 tahun aku pergi.Tentang rumah-rumah yang di gusur untuk pertokoan,sekolah kita yang sudah terendam banjir, madrasah kita dulu sudah  diganti dengan cafeteria dan gang-gang sempit tempat kita bermain sepeda sudah hilang di telan hotel dan apertemen. Betulkah????
            Aku tersenyum jangan mengadu padaku. Karena aku bukan siapa-siapa yang mampu mendengarmu dengan baik. Mesti aku tahu kamu ingin bermain di air yang bening tampa tampah, ingin tenang mengalir tampa limbah dan bebas berenang bersukacita tampa air bah yang tiba –tiba datang yang akhirnya menelan jiwa. Seperti dulu. Dan kamu dianggap tempat angker yang penuh sumpah serapah yang di takuti dan di jauhi padahal kamu hanyalah korban dari tangan-tangan jahat yang tak bertanggung jawab
            Bersabarlah mungkin esok atau lusa ada dinas lingkungan hidup yang peduli padamu, sebab aku bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa yang mampu mengubah semua ini.
“ duh, maaf neng apa kalo saya jujur saya gak akan di tangkep?” maklumlah rakyat  kecil yang bodoh, silahkan neng duduk, maaf kotor!”
Muka yang ramah setengah baya dengan keringat yang masih mengucur di dahi.urat-urat tangannya terlihat menonjol pertanda perempuan ini sering mengangkut barang yang berat dan beban pikiran.Warisan lama peradaban negeri ini,katakanlah tutup mulut. Hingga terdengar adanya petrus sebab orang itu berbicara yang buruk tentang pemerintah. Syukurlah seiring reformasi hal sepoerti itu sudah jarang terjadi.Mungkin.mungkin juga amsih ada dengan strategi yang berbeda. Bagaimana memanipulasi adalah hal lumrah di negeri ini, segala hal banyak trik saying belum menemukan trik yang hebat untuk mengatasi ketimpangan neegri. Mungkin belum saatnay. Semoga .aku tak tahu aku bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa.
“ saya Tukiem dari Magelang asal neng. Ya saya kira di sini akan hidup lebih baik ternyata ya gini neng Cuma jadi kuli cuci.”
Mungkin jawabannya akan sama pasrah pada Tuhan. Apakah akan selesai dengan semua pernyataan ini jika perempuan ini harus menghidupi 2 anaknya seorang diri.bagaimana mungkin urusan materi yang sangat  berhubungan di kehidupan  duniawi  ini akan terjawab dengan pasrah . pasti selama perempuan ini hidup itu akan terus kebutuhan itu akan terus  membuntuti.Dan dia taka akan bisa meneglak lagi tinggal bagaimana dia menghadapinya. Pasrah menjadi obat bagi pelipur hati yang telah gelap dengan kemelut persoalan hidup.mungkin itu lebih baik dari pada sekedar menyalahkan diri, peemrintah dan Negara.
“ Biaya sekolah mahal, beras mahal, semua mahal .anak saya tak bisa saya sekolahkan.”
Lagi lagi anak-anak yang menjadi korban, berapa ribu anak lagi yang akan mengalami nasib seperti anak perempuan ini jika di hadapkan pada persoalan biaya. Lalu bagaimana dengan dana bantuan pendidikan?buku gratis? SPP gratis? Da berbagai sokongan untuk anak tak mamapu agar negeri ini tidak bertambah bodoh dengan sumber daya yang amburadul.Mungkin belum samapi antuan itu? Atau terlalu banyak yang membutuhkan hingga tak adil dan merata? Lalu kemana pengaturan kebijakan? Mungkin lupa, tertidur atau  atau nyakngkut di kantung orang-orang tak bertanggung jawab.entah berfikir fositif rasanya lebih baik biar otak tamabh fresh.anggap saja aku mati hati dan tuli agar tak menangis di sini.
“maaf kalo boleh tahu ini untuk apa ya neng??
Terlalu naïf jika jika ini seekdar projek penelitian yang tak ku tahu keebnarannya sebab hingga kini akupun tak tahu. denagn butiran keringat dan rasa lapar dan cape perempuan ini rela meluangkan waktu.yang sering ku dengar adalah pernyataan : ini adalah salah satu cara kita mengetahui aspirasi masalah social kemasyarakatan yang terjadi di masyarakat.. selesai. Cuma itu dan itu.spesifik dan lainnya aku tak tahu.
“Semoga kehadiran eneng bisa membantu saya dan tolong bilang ke Bapak prisiden ya. Kasih bantuan orang seperti saya .”
aku akan langsung bilang ke pada Tuhan sebab aku takut  prersiden sedang tidur siang jan 12 begini atau sibuk.
            Berlalu. rasanya hati  seperti tak henti bertanya kemana ??ya ikuti saja. Kita tak perlu berisik atau berdebat lagi sudah cukup rasanya berselisih dengan anggapan-aggapan yang tak pernah sama tapi aku paksa kamu ikut agar kamu tahu mengeluh dan bersedih saja tak cukup untuk menyelesaikan hidup.kalo tak salah ini adalah daerah belakang sekolahan ku dulu namanya Jelonongan aku menyebutnya aku ada teman namanay Tati dulu aku suka kesini sekedar ngambil buah kecapi.
            Aku tak tahu apa generasi sekarang masih mengenal buah kecapi buah itu bentuknya mirip seperti manggis isinya di dalam bersembunyi dalam kotaknya nya, warnanya kuning rasanya manis sekali.aku menatap nanar kalo-kalo di sini masih tersisa buah itu namun saying semuanya sudah sirna di injak gedung-gedung tinggi. Mungkin ini resiko pembangunan ada yang hilang tapi ada juga yang datang. Hilang dan pergi tak penting menurutku tapi apakah itu berguna untuk kemudian hari. Mungkin berguna sebab sejarah tak pernah salah.
            “Lapangan kerja yang penting, bu. Sebab kalo tidak asti tindak kejahatan makin meningkat!’ katanya berapi-api. Ya aku setuju.lalu…
“ Ya, tapi gak adil sih memang sekarang Bu, saya yang sarjana sama aja gajinya dengan yang SMA.Tau gitu ngapain saya sekolah tinggi-tinggi ngabisin duit aja. Dapet duit Cuma lewat doing…hhehe…! Katanya sedikit berkelakar
“ Coba pemerintah melihat lebih jeli lagi.Kasihan karyawan sekarang udah gaji kecil banyak potongan lagi. Katanya UMR tapi di bayar di bawar rata-rata. Gimana ya??”
“ Dulu mah gak gini-gini banget kali Bu, Zamannya presiden Orde baru,kerjaan ada aje.sekarang mah, duuuuh. Puyeng. Jangankan yang gak sekolahan yang sekolah aja keteter. Apa gak ngaruh ya pendidikan di sini??”
“ apa lagi Bu kalo pemiliknay bukan orang pribumi nekennya minta ampun ama karyawan.kita kayak sapi perah. Gimana ya ngatasinya??’
“ Pokonya Bu, lapangan kerja lah di perbanyak”.
            Ya..memnag betul , lapangan kerja mungkin kalo ada lapangan kerja yang lebih baik, aku juga gak mau kerjaa beginian. Kasian kalian.sudah mengorbankan wkatu banyak untuksekedar cuap-cuap tapi belum tentu apa yang kalian mau tercapai. Kalo itu proses sampai kapan dan sepertia pa prose situ berjalan , aku juga tak tahu. Sudah ku katakana aku bukan siapa-siapa aku hanya pesuruh saja.
            Keringat bercampur kotoran. Demikian nanar ku tatap negeriku. Mengapa masih banyak lagu-lagu pilu di sana-sini seolah bangsa ini tersambat kutukan hingga anak cucu. Kutukan tentang kemiskinan, kekuranag, kebodohan dan kecarutmarutan.mungkin ini lebih baik dari pada tidak ada sma sekali. Aku memnag tak paham apa itu modernitas? Revolusioner? Hedonisme? Kapitalisme?. Tak penting mungkin. Negeri ini hanya butuk kebenaran.kebenaran-kebenaran yang nyata.”kebenaran yang bis a membebaskan manusia dari sekedar prasangaka da rasa menguasai. Bukan keebnaran yang subjektif yang telah kehilangan niali dan jiwanya sehingaga kekeliruan-kekeliruan menjadi hal wajar yang absolut. Selama ini aku telah salah menilai bahwasanya aku begitu rapuh dan menderita lau timbulah duka berkepanjangan yang menyebabkan kehilangan energi dan semangat ternya semua manusia mermang hadir dari penderitaan yang berkepanjangan mungkin itulah semangat mengapa aku harus berjuang untuk hidup sebab aku tak akan pernah mendapat apa-apa yang ku amu selama aku tak paham apa seebnarnya yang ki butuhkan.selama ini. Kemauan dan kebutuhan yang tak pernah berjalan seiringan.
            Ku telusuru jalan besar ini dengan detak yang tak pernah bertepi.hingga sampai pada lorong . lorong yang tak pernah berubag. Ini adalah daerah Proyek. Pertokoan kecil yang pernah membuat aku enggan meningalkan kota ini sebab masa kecilku sebagian ku habiskan disini.tak ada yang berubah, di tanga-tangga kecil itu ibuku dulu membelikan akumajalah Donal bebek dan Bobo bekas yang edisinya sudah lewat .tak amsyalah aku hanya senang pada gambarnya saja.lalu lantai 2nya ada mainan dindong yang bisa ku naiki dengan menukarkan uang menjadi koin sebagai pasword. Apakah amsih sama?? Dulu aku duka sekali naik mobil-mobilan dan binatang yang berputar.lalu di sebelah nya da studio photo .aku dan keluargaku dulu sering seklai berfhoto di sini.maish sama hanya tamabh bagus dan rapi mainannya. Aku terus berjalan ini adalah  pertokan Hembo.Toko beraksitekstur India. Banunannya serem sekali. Tanpa kaca dan bercet biru gelap. Kata temanku di sini sudah banyak anak yang hilang karena di telan lift dan beberapa bulan setelah cerita itu aku menyaksikan sendiri ada anak berusia 3 tahun yang jatuh dari lantai 2 hingga tewas.Sejak saat itu iuku tidak pernah lagi melepaskan aku jika belanja alat-alat jahit kesini.Mengpa tak pernah berubah?? Beberapa orang india masih berdagang kain dan perlengkapan tailor di sini.masih sama.
            Aku tak percya. Bahwa ada pemangunan yang tersisa. Kupikir lorong ini sudah berubah menjadi lebih indah tapi tetep saja menyeramkan. Inikah sudut terganjil yang ku temui. Tak ada aturan di sini. Tak ada polisi. Tak ada keamanan. Ini adalah pusat pertikoan yang biasa-biasa saja. Tapi inilah urat nadi kota itu.sebab semua orang tau tempat ini.
“ udah lama pak dagang di sini?’
“ ya kurang lebih 17 tahunnan neng ? kenapa?”
 Katanya cuek merapikan duren dagangannya.
“ kok Cuma di angun monumennya aja ya pak.dari dulu samabegini-begini aja ?
“ Ia neg gak ada yang berani di sini tuh pertokoan pertama kota ini di bangun. Kalo berani ngusir pedagang dan merubah yang udah ada bisa ngamuk pedagang di sini.”
“ tapi untuk keindahan kan ak papa pak? “
“ alah... keindahan apa neng? Yang ada rugi kita kehilangan lahan dan pelanggan. Yang pentingmah laris..”
“ maksudnya di perbaiki agar lebih teratur dan gak macet gini pak. Kan nanti juga dagang lagi di sini.
“ ah... berabe neng yanga da malah kita suruh bayar-bayar lagi
“ oh..
“ kemarin-kemarin udah diukur-ukur neng, tapi gak jadi petugasnya kelenger di belakang Hembo.gak tau kenapa.
            Aku tersenyum. Ini adalah Lorong yang menghubungka pertokoan ini ke jalan besar. Disekitarnya tempat becak dan ojeg mangkal. Di depannya masih area pertokan di belakangnya gedung-gedung tua yang tak di renov juga tak di robuhkan. Lorong tersembunyi yang di gemari lelaki hidung belang. Tak jauh dari sini  ada penginapan yang tak bagus bahkan layak di rubuhkan. Disinailah transaksi orang-orang iseng berlangsung dalam ruang yang gelap dan bau tembok yang lapuk mereka bergumal. Untung saja Tuhan amsih baik tak merubuhkan tembok itu karena dengan seklai sepoaian angin saja tubuh-tubuh telanjang itu pasti berlarian.
            Loorong ini masih sama, aroma yang sama dengan nafas yan sama. Adaka kesamaan itu melarikan aku untuk tetap menjadi bagian darinya/ dari nafas yang tak bersalah, dari harap rakyat kecil, dari doa kaum marjianl,lalu apaka aku?? Apa aku yang menjual semua keluh kesah menjadi lembaran berita untuk kemudian di tukar dengan rupiah? (14 Des2008.Bekasi.)


        




PEREMPUAN BERMATA UNGU


`Perempuan bermata ungu yag memiliki kulit sepucat mayat. Tedengar kabar, mati tergelaetak di apartemen pribadinya, dengan tangan kanan nyaris putus oleh sebilah pisau kecil yang tak seberapa tajamya. (mungkin cutter). Dia sangat cantik dengan boneka kucingnya yang setia menemaninya hingga nafasnya yang terakhir.Saat ditemukan bibirnya tersenyum lepas.
                                   
Seperti menjemput kebebasan yang dia tunggu-tunggu.Tubuhnya  yang putih mulus tampa busana  berkilauan  terkena sinar matahari pagi.Aku bisa membayangkan dia menahan sakit perlahan-lahan,berguling-guling dan berteraiak merasakan aliran darah terhenti, semua organ tubuh membeku  hingga jatung berhenti berdetak dan nafas tercekat di tenggorokan. Dia sudah menemukan caranya, mati dengan gaya yang paling sunyi walaupun  sedikit menyiksa diri.Aku berlalu.
                                    
Perempuan bermata ungu terdengar kabar mati bunuh diri.Kabarnya masih simpang siur dengan berbagai versi.Tak diketahui dari mana dia berasal juga keluarganya.Tak ditemukan indentitas di ruang pribadinya yang sangat tertutup.Mayatnya di bawa kerumah sakit dan pihak kepolisian selanjutnya yang mengurus.
                                    
Hari berlalu cepat dalam sebuah perjalanan aku melihat lagi, masih sama perempuan bermata ungu.Dengan kepolosan wajahnya yang meremaja sorot mata yang kalut menghiasi bibirnya yang pucat penuh ketakutan.Langkahnya penuh keputusasaan, tangisnya keras menghentak rasa iba yang tak beralasan.Tangan yang halus  mencabik seragam sekolah yang dikenakannya,kaki-kakinya berjalan cepat seolah berlomba dengan ringkikan suara kereta.Perempuan itu berdiri diantaranya melawan teriak orang di sekitarnya.Sedetik kemudian tubunhnya hancur berantakan.
                                   .Hiruk pikuk dan air mata mengiringi ketegangan dan kegeterian. Aku tak sempat membayangkan hantaman benda keras dengan kecepatan tinggi menghantam tubuhnya yang rikuh tentu ini sangat singkat kejadannya bahkan mungkin si perempuan tak sempat menarik nafas atau memejamkan mata sebelumnya. Dia sudah menemukan caranya, mati dengan gaya yang   paling tragis  walaupun  sedikit menyedihkan karena perempuan itu harus kehilangan sebagian organ tubuh yang berhamburan yang tak sempat ditemukan.Aku melaju.
                                   
Perempuan bermata ungu sering memeprlihatkan gaa kematiannya dengan berbeda-beda.Dimana-mana Di kampus, stasiun, halte, jalan, gedung pertunjukan, galeri , mesjid, gereja, hotel, caffe, resto bioskop, mall, pertokoan, butik, WC, jalan.Semuanya terjadi begitu saja tampa seorangpun sanggup memprediksi dan menahannya.
                                   
Bahkan saat terdengan kabar matinya satu orang perempuan cantik dengan stella ungu tergantung di sebuah paviliun mewah,  perempaun bermata ungu itu masih ada namuan dia  berjalan gontai dengan senyumnya yang paling lebar.Matanya terlihat teduh.Dia melambaikan tangan dan berlalu.Tak kembali lagi.
8 Juli 05 ( Jakarta )




LINGGAMULYA


Ini kah tempatnya? Satu daerah yang terletak di wilayah Cianjur sekitar 4 jam yang harus ditempuh dari terminal kota.Tepatnya Kampung Linggamulya.Suasana pedesaan terasa kental sepanjang perjalanan hanya gunung dan sawah.Rumah-rumah panggung dengan kebun yang luas.Sawah, tebing dan bukit. Sahaja sekali. Aku merasakan udara segar yag menyeruak lewat pori-pori kulit yang tiba-tiba tertutup menahan dingin dan kabut.
Mobil yang ku tumpangi tampak kelelahan karena membawa penumpang yang melebihi batas.
kamana neng?” kenek berewosan dengan kaos bergambar grup band terkenal meyikutku.Aku terlonjak.
“ Linggamulya” kataku
Serentak kenek itu diam.Matanya melihatku dan temanku Azzila bergantian.Sedangkan penumpang di sekitarnya ikut-ikutan pula melihatku.Aku dan Azzila berpandangan. Seberapa aneh kampung Linggamulya itu?? Sampai semua orang melihat aneh gini??
“Eneng mau kesiapa?” tanyanya seolah mewakili penumpang lainnya.
Seorang penumpang berdehem iseng.Aku menarik nafas.Beberapa penumpang tertawa. Suasana ricuh.Penumpang aneh, mereka seperti datang dari negeri yang asing.
“ Mau ke pak Kades” kataku sedikit ketus. Ah memang sulit menghadapi suasana baru.
“ Oh, berheti saja di desa neng, masih jauh nanti naek ojeg dari sana.25 ribu ongkosnya neng!’ kata kenek itu.Aku kaget mahal amat. Tapi ya sudahlah, jauh kok.aku sendiri tak yakin bisa sampai.           
            Azila merenggut, mukanya sudah tak jelas. Kecantikannya pudar. Entah mungkin karena perjalanan jauh atau dia shock datang ke daerah yang jauh begini.Azzila mungkin tak sebaiknya ikut denganku.Aku sendiri tak tahu sampai kapan ada disini. Duh aku menyesal membawanya.
            Sampai di Desa ternyata mereka sudah tahu akan kedatanganku. Kepala Desa menyambutku juga beberapa staf. Melihat Azilla mereka seperti baru melihat manusia.Meneliti dari ujung rambut sampai ujung kaki. Aku menarik nafas. Susah memang jadi orang cantik.
            Setelah menempuh perjalanan yang agak jauh.Akhirnya aku bisa istirahat di rumah panggung yang terbuat dari bilik dan depannya di teras permanen. Katanya inilah rumah dinasku di temani wanita berusia 47 tahun sebut saja Mak Cicih.
Azzila menatapku penuh bingung saat segelas wedang jahe di suguhkan mak Cicih.
“ Ayo  Za minum, ini baik buat tubuh agar tidak masuk  angin!” kataku dengan senyum
“Apa tuh? Apa gak ada rokok? Dingin begini “ Katanya .Aku mendelik pada Azilla yang nampak bingung dengan muka dilekuk-lekuk.Rokok? Dia pikir ini dimana!
“ Za, ini dikampung, udah minum!” kataku mendelik setengah memerintah.
” Maaf mak, apa disini tidak ada klinik atau setidaknya mantri kampung?” Kataku langsung pada persolaan.
“ Ada kalo deket desa neng, tapi disini mah gak ada.”
“ Neng sebaiknya hati-hati kalo ngobati tamu jangan tatap mata pasien laki-laki “! Katanya . Aku tertawa juga Azzila.Aneh.
“ Ah..emak masa saya ngobrol sambil merem?” Kataku.Mak Cicih mesem.
            Seminggu aku mengobati pasien saat itu juga aku merasakan keanehan yang ganjil, mengapa banyak sekali pasien perempuan muda dan separuh baya. Rata-rata mereka mengeluh penyakit dengan gejala yang sama. Gatal dan bernanah di sekitar kemaluan.Aku tak berani menyimpulkan ini penyakit kelamin, tapi mungkin hanya alergi.
Mereka umumnya berdandan sangat menor terkesan seksi tapi terkesan maksa.Kampungan.Tapi ya wajar saja ini memang kampung.Kadang aku ingin tertawa melihat model baju mereka.Canda dan tawa mereka cenderung menggoda dan kenes pada lelaki yang kebetulan lewat bahkan terang-terangan mereka berani mengajak berkencan atau pergi.Sedangkan pada ku dan Azila mereka cenderung sinis. Aku tak mengerti apa yang mereka pikirkan dan apa yang mereka cari.
            Pada suatu hari aku berjalan-jalan keliling kampung hanya ingin tahu bagaimana lingkungan sekitar. Azilla tidak ikut akhir-akhir ini dia banyak menghabiskan waktunya di saung dengan penjaga kolam. Aku pikir itu lebih baik karena jika ikut ketempat praktek kasian dia harus jalan kali sekitar ½ jam lamanya dan lagi dia tak akan kuat melihat pasien-pasienku yang aneh .
Azilla, silembayung senja.Wanita cantik yang baru kutemui sepanjaang hidupku.Aku tak ingin menyakitinya atau meninggalkannya.Lecet atau luka ditubuhnya adalah luka bagiku yang berani membawanya kesini.Bahkan setelah sampai sini aku malah banyak meninggalkannya karena tugasku yang banyak.Tapi itu lebih baik daripada Azilla di bawa kabur oleh laki-laki nya.Mungkin aku bisa gila atau mungkin aku sudah gila?
            Suasana kampung Nampak sunyi tapi pintu-pintu terbuka.Rumah-rumah umumnya terbuat dari bilik bambu dan papan dengan cat warna-warni halamannya luas dan ditanami aneka bunga.Terdengar suara musik dangdut dan cekikian serta asap rokok.Aku melewatinya dengan penuh tanya? Tak ada satupun yang menyapaku, padahal mungkin saja ada diantara mereka yang pernah menjadi pasienku.
Bahkan saat satu perempuan kira-kira usia 25 taun berambut sebahu, agak keriting, matanya cekung, alisnya tebal, karena memakai pinsil alis, serta bermake-up tebal sekali.Dia baru saja menjemur bajunya dan dia hanya mengenakan BH dan handuk untuk menutup bagian bawah tubuhnya.
Aku hendak tersenyum.Kalo tak salah Isah atau Iis atau Lilis namanya, aku lupa.Dia bahkan tak menghiraukanku langsung masuk kedalam dengan bergegas.Menutup pintu.
            Apakah sudah demikian parah masyarakat sini seolah tak ada norma atau nilai –nilai pranata yang dipakai disini?Atau demikian tak berlakunya ramah tamah dan etika disini? Ini negeri apa? Bukankah lambang negaranya masih sama BhenaTunggal Ika dan benderanya merah putih? Aku menunduk. Kasihan.
Aku terus berjalan melewati bukit yang ditanami pohon pinus. Agh…aku menyesal tak membawa Azilla padahal indah sekali pemandangan disini.Mataku nyaris tak berujung menatap alang-alang yang menghampar dan tingginya pohon pinus seperti ingin memecah langit.
Aku berdiri mematung seperti terlahir dalam episode yang beda hilang keganjilan yang ku temui sepanjang perjalanan, yang ada kini hanya keindahan.Indah dan sejuk.
Aku mencari tempat untuk duduk menselonjorkan kaki yang terasa mulai pegal.Tiba-tiba datang nenek-nenek dengan gendongan yang terkesan berat.Aku terlonjak kaget entah dari mana datangnya.Nenek itu tersenyum aku mengangguk akhirnya kutemukan juga orang yang senyum padaku meski seoarang nenek di tengah-tengah hutan pinus.
“Neng dokter? Katanya menyalamiku. Aku bahagia sekali ada orang yang kenal aku dan juga profesiku.
“ Sehat nek!” jawabku seraya menyalami tangannya. Tapi nenek itu tak menyambutnya.dia Cuma tersenyum.
Aku menggeleng benar-benar desa yang tak diajarkan sopan santum. Mungkin jika Azila kuajak dan menyaksikan semua ini dia akan mencak-mencak menyalahkan nenek itu atau  para guru yang tak mengajarkan sopan santun dan etika.Peradaban macam apa ini?
Tapi kupikir harus dimaklum di Desa ini bahkan mungkin tak kenal apa itu adab? Norma?nilai? pranata?sistem? aturan?etika ?atau apalah itu bagiku tersenyum saja sudah dapat point 100 menurutku.
“Bukan orang Lingga ya?nenek tau dari bau tubuh neng!”Katanya. Aku terhenyak. Kok bisa?? Memangnya bau tubuh orang sini seperti apa?Reflek aku mencium ketiakku. Takut tubuhku BB.“ Iya nek, saya lagi tugas.Saya dari Jakarta “ jawabku dengan senyum.
“ Neng orang baik jangan lama-lama disini!” katanya sedikit menerawang.Aku mengkerut.
“ Saya hanya menjalankan pekerjaan Nek, katanya disini terserang penyakit aneh yang gejalanya sama.Tapi kok yang kena perempuan semua ya?” kataku tak berniat bertanya pada nenek.
“ Itu akibat kutukan yang sudah berlangsung lama!’ katanya.Aku mengkerut.Kutukan?Mirip negeri dongeng saja Ini hanyalah bakteri menurutku. Beberapa kawanku di Jakarta sedang memeriksakan hal ini di laboratorium.Hal seperti ini ada di dunia medis.
“ Wanita-wanita Lingga adalah wanita yang gatal tampa sentuhan lelaki.Mereka akan memburunya untuk dibawa ke ranjang.Dan para pria disini adalah paraksatria yang akan berubah menjadi arjuna tampan meski sudah kakek-kakek.Mereka bisa berubah menjadi apa yang menjadi imajinasi para wanita saat di ranjang.” Katanya dingin.
“ Dulu Desa ini teduh sejuk rakyatnya someah dan ramah.gara-gara perempuan bernama Sanggalawangi yang menolak laki-laki tampan bernama Mulyapada  untuk dikawini dikutuklah desa ini menjadi desa pemuja lingga.Artinya desa yang memulyakan lingga (kemaluan laki-laki), akibatnya para wanita selalu merasa tertarik pada lelaki disini dan ingin melayaninya.Ini adalah bentuk kutukan sekaligus penghinaan kepada wanita.Kaum Sanggalawangi.”katanya.Aku bengong.
“ Mungkin itu mitos nek, penyakit warga wanita disini karena bakteri!” Kataku menyanggah sekaligus membuang cerita aneh yang sebenarnya menyeramkan itu.
“ Boleh saja orang modern bilang begitu neng, tapi hidup tak akan lepas dari masa lalu!”
“ Dibawah pohon ini dulu Sanggalawangi menolak mentah-mentah Mulyapada, dengan alasan Mulya pada adalah lelaki yang lemah meski sakti mandraguna, maka diubahlah pohon ini menjadi bentuk seperti kemaluan lelaki, hanya untuk menguatkan bahwa lelaki itu kuat.”Katanya
 “Kemudian di tariknya semua laki-laki untuk bekerja diperkebunannya yang luas di Bunijaya.Maka sudah turun temurun wanita disini memburu lelaki dan lelaki tak akan betah disini kecuali datang sebagai penggoda dan pemalas yang minta dibiayai oleh wanita-wanita yang memintanya menemani” si nenek bercerita, aku melongo dan tak bisa bicara.
            Aku menatap pohon yang tidak begitu mirip kemaluan lelaki karena sudah besar dan berjenggot.Aku bingung.Tapi ketika ku ingat-ingat lagi mungkin benar dan terjawab sudah keanehan-keanehan disini.Tapi ini baru hipotesa tak ada bukti. Secara ilmiah aku harus menyelidiki dan pastinya karena wanita disini tidak diajari bagaimana caranya menghargai diri sendiri dan penyuluhan seks yang kurang yang menyebabkan wanita menjadi berjalan tanpa perhitungan.
“Mungkin harus ada penyuluhan tentang pentingnya menjaga kesehatan nek, masyarakat disini sudah termakan system yang salah!” Kataku
“Ya. Orang sekarang sudah maju.Tapi jangan lupa pada sejarah neng, tradisi itu tak akan hilang kalau pohon bertuah ini tak dihancurkan!”Katanya menatapku.Aku takut setengah mati.
“ Neng orang baik harus tau yang sebenarnya, permisi!” katanya
Aku masih melongok.Nenek itu sudah berjalan menuruni bukit. Aku terlonjak terlalu lama menatap pohon tua berjanggut yang akarnya sudah timbul ke tanah karena kecapean mengeruk tanah.
“ Nek..tunggu.Nama Nenek Siapa ?Nek terimakasih…!” aku mengejarnya. Tapi Jalannya cepat sekali.
“ Sanggalawangi!’ katanya samar-samar menghilang di balik bukit.
            Lagi-lagi aku terlonjak.Namanya mirip dengan ceritanya tadi.Mungkin nenek ini bukan mahluk manusia seperti ku.Bukankah di hutan kadang kala banyak hal-hal yang tak terduga?? Akh… takhayul kupikir nenek tadi hanya memiliki kemiripan saja
.Aku tak akan percaya begitu saja.Setengah berlari aku menuju pulang.Gerimis membuatku panik.Ingatanku pada Azila semakin memuncak.Bagaimana kalo anak itu keujanan di kolam? bukankah saung itu hanya beratap rumbia? Masih untung kalo dia sudah pulang kerumah, bagaimana kalo belum? Kulitnya yang mulus pasti akan membiru kedinginan? Kemudian sakit? Ah…aku melangkah sekenanya.aku berlari terus..aku tak peduli dengan sekitarku..
            Sampailah aku dikolam yang biasa Azila datangi yang ditunggu seorang penjaga bernama mang Kaman. Aku berjalan perlahan melewati semak-semak, dan aneh sekali semak-semak itu bergoyang-goyang beraturan.Seperti mengikuti irama angin, padahal tak ada angin yang berhembus.Kupikir ada ular yang lewat aku diam sesaat.Tapi terdengar nafas yang memburu dan seperti ada suara-suara yang halus disana.Aku kaget bukan kepalang ada 2 mahluk disana yang sedang berbaut mesum begitu kesimpulanku.Aku mengendap-ngendap.
Ada T-shirt bermerak tergelatak juga CD bermerak yang aku kenal betul, bersebelahan dengan kain sarung kumal dan celana pangsi berwarna hitam.Tiba-tiba mataku nanar aku nyaris pingsan dan tak kuat menahan tangis.
“Azilla!” Pekikku tertahan
            Tak ingin aku menyaksikan semua mimpi buruk ini.Aku berlari seperti tampa kendali.Aku ambil golok disebelah saung. Aku berlari dan berlari.Ujung kakiku berdarah karena aku lari tampa alas kaki. Batu–batu aku tabrak, kerikil, pasir, tunggul, apapun itu aku injak.Bajuku compang camping tersangkut tumbuhan berduri aku tak peduli.
Aku harus sampai pada hutan pinus saat aku bertemu dengan nenek tadi.Harus! Lukaku semakin besar bertabrakan dengan airmata dan emosi.Kutabrak hutan meski waktu sudah senja.Hingga sampailah di hutan tempat aku bertemu nenek tadi.Segera ku datangi pohon bertuah itu dan kubabat habis. Dari mulai akarnya, batang, dahan, daun aku merangkak membabibuta sambil berteriak.” Azilla…!”
Aku menangis dan menagmuk.Aku seperti tak memiliki masalalu dan hari depan yang ada adalah hari ini aku harus membunuh si Kaman dan pohon bertuah itu.Samar-samaraku melihat nenek tapi diat ak mau mendekatiku, dia seperti bayangan yang memberi semangat padaku seraya mnegucapkan terimaksaih, dia melambai dan aku makin merasa bersalah tak mempercayainya.Aku menatapnya penuh air mata.
            Sekitarku berwarna putih. Kakiku diperban dan kepalaku, juga ada infuse ditanganku.Aku terlonjak. Apa-apaan ini?Aku dokter siapa yang memperlakukanku begini?”
“Far, syukurlah kamu dah sadar?”
“ Zilla..!”Aku terpekik. Kebencian memuncak dikepalaku tapi aku tak mengerti.
“Farah, kamu kenapa? Aku sudah bilang Desa ini angker hutan-hutannya banyak yang belum terjamah.kamu malah jalan-jalan sendiri. Kamu kemasukan setan tahu,s ampai kau tebang 1 pohon tua hingga gundul.Farah.. aduh kamu ini bagaimana?”Dr.Sub mulai nyerocos.
“Ini bukan mimpi, benar aku amsih waras akulah yang membabat habis pohon itu!”Aku terdiam.Bingung.
“ Pakai apa aku membabat pohon itu?”kataku dingin
“ Golok !” katanya. Disekitarku ada Azilla, mak Cicih dan beberapa aparat desa yang berbisik-bisik.aku menelan ludah. Lagi-lagi ini fakta.Bukan sekedar mimpi.
“Ah…kenapa kau lakukan Farah. Kamu dokter malu sama pak mantri hutan?” Kata Dr.Subandi. Dokter senior yang mengawasiku dari Kabupaten.
“Untung saja pohon yang ku babat, tadinya si Kaman yang akan ku habisi!” aku berkata pelan menatap reaksi Azila.
“ Farah..kamu ngomong apa? Ya sudahlah istirahat lah” Dr.Sub menggelengkan kepala.
            “Farah stress Dr. menghadapi keanehan pasien disini.Aku juga sulit mengindentifiaksi wabah yang menjangkit disini.Sebaiknya Farah diistirahatkan dulu pulang ke Jakrta.Dia stress!” Dr. Malik masih sesama rekanku mengatakan demikian.Aku diam saja.Ya…aku memang nazis diam di sini lagi.Hati ku sakit karena kenaehan desa ini yang menyebabkan Azila gelap mata dan hancur. Aku masih dalam pengawasan Dr.Malik saat tersebar isyu bahwa Dr.Farah Rajani jadi gila setelah masuk hutan dan membabat pohon keramat. Akupun di beri nasehat oleh Kades dan Kaur setempat.Apa-apaan ini?
“ Duh neng dokter, punten saya tidak mendampingi neng tugas.Tapi katanya teh kalo laki-laki kesana suka tak kaut iman digoda sama perempuan-perempuan sana.Takut tak tahan saya mah. Lalu gimana dengan jabatan saya dipamarentahan atuh bisa ancur:” katanya sambil memijit-mijit kakiku.
“Kan mak dah bilang setiap Dokter gak betah tapi neng maksa .kampung ini mah pantang ada dokter!’ mak cicih ikut nangis.
“ Neng dokter kan mak dah bilang jangan suka melihat mata lelaki orang sana apalagi ngobrol dan bersapa-sapa sama tamu, bahaya!”Mak Cicih ikut menimbrung.
“ Duh.. gusti neng dokter kebablasan jalan-jalan sampai ke hutan larangan.Jadi begini kan?!”Pak kadus ikut-ikutan bersimpati.
Aku menarik nafas.Dasar kalian yang tak ada usaha untuk memperbaiki moral wilayahnya sendiri. Tapi ah…entahlah aku pusing..
            “Jani..maafkan Zila, Zila tak menemanimu…” Azila terus-terusan menangis.”Sembuh ya..sayang..” katanya
“Zila hari itu kamu ada dimana ?” kataku perlahan saat orang-orang sudah keluar dan mempersiapkan ambulanc untukku.
“Aku di saung menunggu kamu tapi memang rasanya seperti Miko yang datang ternyata aku Cuma mimpi, tapi aku sadar ada disemak, basah.aku juga bingung.  ”Azilla menangis.Miko adalah tunangannya yang berselingkuh dengan perempuan lain.
 Aku juga menangis mendengar keterangannya berarti benar itu Azila. Bagaimana mungkin itu Kaman?Aku menjerit histeris kesel dan menyesel.Menyesal telah memabwa Azilla. Sejak saat itu aku tak melihat Kaman lagi.Ya, memang  benar,itu si Kaman! Aku tidak gila.
            Aku terdiam dan menangis. Azilla tertidur di sebelahku.Terlalu.Mungkin 10 tahun kedepan aku tinggal membuktikan dan datang lagi apakah aku akan menajdi pahlawan atau malah aku jadi korban? Dalam keadaan terpuruk dan tercabik aku masih mengharap bahwa pengorbanan kamilah tumbal bagi ke sembuhan desa yang sakit itu. 
15 Des 08 (Cianjur)