Apakah
aku berasal dari hati yang hitam?
Dari gumpalan cairan yang pekat?
Dari otot-otot yang berkarat ?
Dari sel-sel yang gosong?
Leluhurku mengatakan aku ini makhluk berandai yang hidup dari kebetulan, mungkin Tuhan salah cetak atau otak salah tempat, namun aku bisa ada pada setiap api jiwa yang
memanas.
Telah ku taklukan waktu menjadi karat, dan membekukan
hati agar membatu. Yang ku tahu aku hanyalah makhluk yang hidup dari masa lalu.
Matahari
masih sama, ketika ku datang
sebangsa malaikat yang gosong tanpa sayap,aku yang terbuang dengan wujud yang
tak berbentuk.
Makhluk terbuang sebangsa aku bukanlah
pesakitan. Terlalu banyak basa-basi menjadikan segala tak pernah menjadi,
melainkan nanggung, tergantung, tak jelas tanpa ujung.Aku berjalan
pelan.
Pada senja
yang tak pernah beri makna sebab kabut menutup mata-mata buta
kemewahan yang tertutup lubang ketamakan. Tangan-tangan kebajikan
berlomba dengan janji-janji, jilat
menjilat atau sekedar pura-pura.
Di mana tanah tak lagi membela diri sebab telah
hilang rasa. Akulah pembawa bala menggantikannya menjadi hitam.. Di mana letaknya mata air? Dalam hati
dan otak-otak yang telah retak terendam oleh gugup dan rasa malu tak
berkesudahan.
Sejuta atau sekian persekian waktu membeku,
menjadikan cairan hitam menggumpal. Darah yang hitam ini menuntut sekedar ingin kau mampus.
Mata setan, mata kecil, mata itu milikmu yang telah merenggut sekian waktu
darahku.
Tubuh gosongku tahu di mana ku berdiri pada tanah leluhurmu yang memberi kau pusaka. Ku taburi benih. Kotor dan rakus sekedar menjadi raja murahan di rumah orang.Sebagian darimu tak menyadari.Cairan hitam ini kecil itu telah menghantam apa-apa yang
menjadi leluhurmu wariskan.
Darimanakah
darah hitam ini mulai meluap? Dari
makhluk-makhluk picik yang menyusup dengan meringkukkan badan lewat
pendidikan, perekonomian, politik, keamanan, bahkan
kontes ratu kecantikan.Apa-apa yang dia beri hanyalah menjadikan cairan hitam
ini mendidih.
Sebab aku memprosesnya habis-habisan setelah otak dan energinya disedot, lalu perlahan
disulapnya menjadi robot dengan mencomot ide-ide dan mematikannya.Ditelanjangi habis-habisan setelah
diambilnya darah segar sebagai tumbal, jiwa-jiwa dikerdilkan dengan ancaman dan
makian. Lalu dikerangkengnya dengan mulut tersumpal, dan sebagai rasa takut dan
gengsi diberinya kafan sebagai upah.
Leluhurku menangis dengan cairan hitam ini makin
pekat. Ke mana dentuman ini harus terbuang? Tempat di sini terlalu pengap untuk
muntah!
Cairan ini mestinya dibakar habis sebab dia
hanyalah kotoran yang menjadikan bunga-bunga kuncup tak bermekaran dan mati.
Riuh penuh peluh. Detik bertumpu pada
kilatan detak pelan. Retak
tanahmu karenaku, segala hancur dengan rapi. Cairan ini benalu, penjajah, penghisap, pendobrak,
penghancur, pembunuh..
Aku ingin cairan ini binasa agar darahku tidak
hitam lagi.
16 Oktober 2007(Jakarta)
Tidak ada komentar
Posting Komentar