Aku
menatap gelombang yang bergemuruh tiada henti..Gemuruhnya sanggup menahan hatiku
untuk tetap berdiri ditempat ini.Senja sudah menggantung di cakrawala ikut membaca kesunyian yang mendera. Saat itu tak ada kata ataupun
suara, suasana sepi dan mencekam.Aku mengingat perempuan itu.Perempuan yang
menyukai laut dan gelombang.Perempuan yang meninggalkan pertanyaan tampa
jawaban.Perempuan yang meninggalkan bara api pada hatiku yang tak hilang oleh
waktu.
Waktu
yang berjalan mempertemukan aku pada sebuah lorong.Lorong yang gelap tampa
titik cahaya.Lorong yang menghentakkan tubuhku menjadi sedemikian tak
berdaya, kecil dan kerdil.Lorong yang mengajak. nuraniku semakin
memberontak dan menolak melawan kaidah-kaidah baku kehidupan. Lorong yang mengancam semesta untuk diam
padaku saat keyakinan dan keraguan
terbolak-balik di otakku. Lorong yang mengantarkan aku padaarti kedatangan dan kepergian.
Kedatangan telah menjadi kepergian hingga
kecintaan dan kebencian tak pernah terpisah dari suatu evolusi.Atau ini adalah rasa yang kompleks yang
baru disadari setelah kehilangan rasa yang lain.Rasa yang tidak boleh ada dan
harus mati.Rasa yang sudah kukembalikan
pada tempat yang seharusnya.
Namun
membunuh rasa itu tidaklah dapat mengubah apa yang dihadapi. menjadi seperti
yang diinginkan. Menghilangkan itu tidak akan melenyapkan keseluruhan ingatan
yang telah terlewati.Termasuk hari dimana aku tak ingin kehilangan mu
Hari
dimana aku dapat mendengar setiap detak
jantungmu, harum aroma tubuhmu, nafasnmu, sentuhmu dan lekat matamu..Jiwanya yang bebas telah membentuk aku menjadi individu bebas
yang merdeka lepas dari identitasku saat ini.Tak ada sekat antara dirinya dan diriku.Menjadi
kita dalam bulatan rasa yang penuh pertanyaan. Pertanyaan yang kita rahasiakan karena takut akan jawaban.
Keberadaan dirimu membantuku merangkai kata demi kata, menjadi sebuah kalimat yang utuh.Kalimat yang ku punya untuk
menjawab arti kebersamaan kita Kebersamaan untuk menjalani sebuah proses.Proses
untuk bahagiakan mu, hanya untukmu
dan khusus bagimu.
Saat
kita sama-sama terasing, keraguan terbersit di wajah murammu.Sekilas terlihat seperti ingin berlalu dan ingin terlepas dari apa-apa yang pernah
menjadi bagiannya.
Tidakkah ini terlalu dungu kau lakukan, setelah habiskan
waktu untuk kita perjuangakan.Mengapa harus menjadi pecundang pada hari-hari
yang telah menjadikan kita seoarang pembearani.
Tinggalkanlah kepencundangan itu sebab itu tak pernah membuatmu bahagia. Atau bersiaplah menjadi
bayang-bayang bagi dirimu sendiri.Atau mari kita bicara baik-baik untuk menyatakan
keinginan kita dengan otak dan hati kita
yang terbuka.Walau apa yang kau inginkan dengan apa yang kuinginkan memang berbeda.Adakah
kita sanggup memahami keinginan itu menjadi kesepakatan sementara? Walau kadang
waktu terlalu arogan untuk mempertemukan kita seperti dulu.
Tapi
ini bukan masalah waktu.Ini
masalah rasa yang benar atau rasa yang salah.ini bukan peristiwa yang terjawab dengan begitu
saja.Ini adalah kesepakatan hati kita. Tapi
mungkin tak akan terjawab juga, saat kehadiran kita ada diantara posisi yang tak seimbang dan
hati yang masih saling berahasia.
Aku
memang masih berahasia tapi tidak untuk berkhianat.Setiap hal yang terjadi tak pernah membawaku pada
ruang yang tak kuingikan.Waktu
terus mengutuk, sedang aku
masih terbaring dengan ringkikan yang sama.Semakin tak menegrti kamu!!
Dan hal yang paling menyakitkan adalah
jika semua menjadi sia-sia setelah waktu membawaku pada ke takberartian. Tak mungkin terlempar kedua
kali, tapi manusia tak pernah
memiliki kesetiaan untuk bertahan dengan kekonstanan yang nyata. Ibarat bom
waktu, semua akan meledak dan
berakhir pada waktunya.
Aku tercipta dengan kekosongan
tingkat tinggi, satu saja yang kuharap, Tuhan
mau memberiku sesuatu yang tak membingungkan, dan jika pengkhianatan ada semata
itu bukan berkhianat, tak lebih hanya tak ingin terkhianat. Begitupun
yang terjadi pada kita.Ini bukan salah ku!!! Ini salahmu perempuan berstella!! Matikan rasa ini, sebab ini menyiksa. Aku
meminta. Aku telah MARAH.
Pagi itu telah menjadi neraka.Mengapa harus terlepas lembaran kusam
dengan muak yang memekakkan. Binal dan murahan. Tak adakah ruang yang lebih
tertutup untuk kau peragakan adegan kampungan itu ? Dua perempuan dengan mahkota berlapis stella
hanya sekedar kain di kepala, bermesraan di depanku.Aku bukan jalang yang pernah menjual tubuhku
padamu.Dan hati ini mengatakan aku benci. Seentah-entahnya benci. Mesti ini tak
cukup sebab bahasaku yang tak sanggup mewakilinya, telah terpatah di ujung lidah.Inikah
rahasia itu?perempuan lain sebagai pengganti.
Tak
perlu pembelaan diri. Dalam hidup itu tak ada kesalahan besar atau kecil ketika kita temukan kesalahan
tetap saja itu salah.Rasaku padamu
bukanlah rasa yang hadir tampa perhitungan.Aku tak pernah meminta matahari padamu!!Aku hanya ingin belajar hidup bersamamu, aku mengakui semuanya. Meski kau
sudah bergegas pergi dengan nya.
Bersamamu
tak pernah kubangun rumah di atas
rumah, yang kubangun adalah sketsa saja, ku tahu tiang-tiangnya sudah rapuh
bahkan satu kali tiupan angin saja akan jatuh berantakan. Setidaknya aku hanya
tahu bagaimana mencipta sketsa kita untuk mempersiapkan senja. Meski kutukan
tak pernah henti mengantar kita pada suatu pagi sebelum kau ciptakan lorong
itu.
Kau tengah bertelanjang di antara pondasi
yang kubangun, menciptakan garis abu-abu yang samar menjadi hitam. Lalu di mana
kau sembunyikan saat ruang itu kita bangun?.
Kau
membela diri dan mengajak kita memulai dari nol lagi, meski memulai
dari nol berarti kau mengangkangi harga sebuah minus. Mari kita
hilangkan kata menghargai,
dengan kemesraan yang kau bikin di pelupuk mataku. Menyadari arti hitam bukan
berarti menghilangkan putih, aku lebih tahu wajah-wajah kasmaran ketimbang kau
mengatakan ini sebuah kebetulan. Alasan yang tak beretika!!
Percuma jika aku hanyalah datang untuk
melihat kalian dengan gaya paling kampungan.(Sebenarnya kalian itu tak punya lagi bahasa yang
mampu mewakili diri kalian selain bahasa binatang!!!!)
Menjadi kaum kalian saja sudak terkutuk, kukatakan kalian itu tak memiliki cinta, kalian cuma punya nafsu, dan hal terakhir yang ku harap adalah kalian mampus bersama
luka yang kalian berikan dan hancur dengan luka itu sendiri.Rasa sakit ini
memang tak beralasan, tetapi cukup jelas untuk dijadikan alasan aku
meninggalkanmu
Perempuan yang memuja kaumnya, tak bisa lepas dari pendikotomian ruang
rahasia, yang tak perlu ahli
atau penerjemaah untuk mengartikannya.Keberadaannya yang sayup-sayup
samar terbaca namun ada.Adakah hal
menarik yang ditemuinya mampu menjadi proses, untuk kembali pada kelaziman, yang menurutnya tak lebih dari kontrol
sosial, pranata yang gagal atau sekedar norma untuk dilanggar?
Kau
telah salah menilai ini perempuan !
Dari cerita seorang perempuan yang
kutemui. 10Agustus 05 (Jakarta)
Tidak ada komentar
Posting Komentar