Pak Gun adalah pemilik Rumah Makan Sunda yang selalu
mencuci mobilnya tepat di depan rumah bernomor 42e, milik wanita berusia 30
tahun yang tinggal berdua dengan pembantunya, yang kira-kira pembantunya
berusia sekitar 52 tahun. Pak Gun, bapak berusia 55 tahun yang memiliki seorang
anak itu, memang terkenal sedikit senang dengan wanita cantik. Tak terkecuali
tetangga barunya, yang jelas-jelas belum bersuami itu, tak lepas dari
incarannya.
Sambil bersiul-siul kecil dia membersihkan mobilnya
dengan semangat. Dua wanita setengah baya berhenti di depannya, berbasa-basi di
pagi yang cerah dengan seragam olah raganya.
“Selamat
pagi Pak Gun. Rajin betul pagi-pagi sudah mencuci mobil. Apa Mang Kokonnya
tidak ada?”, ibu bertubuh sintal dengan rambut dikuncir kuda menyapa Pak Gun.
Pak Gun sedikit kaget tapi kemudian nampak senang disapa ibu montok.
“Oh, tidak juga Bu Irma. Sambil olah raga pagi.Biar
sehat ghitu.. Mang Kokon ada, baru saja pergi dengan Ibu”, jawabnya diiringi
tawa cerianya.
“Tumben mencuci mobilnya di luar. Pak Gun ganti
suasana ya?”, wanita di sebelahnya yang berjilbab ikut menyapa.
“Iya
Ibu Lis, biar bisa bersapa-sapa dengan tetangga”, jawabnya.
“Sebagai
mahluk sosial kan kita harus saling kenal hehe”katanya sedikit over akting
“Tetangga mana Pak Gun, tetangga baru bukan?”
Ibu Irma mendelik ankal disambut tawa
oleh Ibu Lis. Mereka tertawa bersama.
Tepat di saat mereka
tertawa, pintu pagar nomor 42e terbuka, wanita muda berusia 30 tahun dengan blazer hitam, bersepatu hak kira-kira 10
cm, dengan tas hitam kecil dan map yang berisi berkas-berkas berjalan penuh
percaya diri. Make up elegan dengan
sanggul yang tertata rapi nampak anggun dipadu aksesoris dari berlian yang
berkerlap-kerlip menunjukkan leher jenjang dan kulit yang putih mulus. Pak Gun melongo.
Kedua ibu di sampingnya berbisik-bisik tak karuan seiring, dengan melajunya BMW
hitam milik tetangga baru. Pak Gun masih melongo.
“Halo Pak Gun, Pak Gun...!”, kedua ibu itu
tertawa bersama. Dengan sedikit malu Pak Gun terperanjat.Kemudian tersenyum
tidak jelas.
“O ia bu…kenapa bu?”Tanyanya masih dengan
senyum sumringah.
“Permisi mau keliling komplek dulu. Hati-hati,
Pak, jangan sampai salah mencuci, nanti muka bapak malah ke cuci heheh!” goda
ibu berkuncir kuda.
“Ah,
bisa saja Ibu Irma ini!”, katanya dengan muka sedikit memerah.
Kehadiran tetangga baru yang tak pernah
bersosialisasi dengan masyarakat sekitar komplek itu terdengar di telinga Key,
teman anak Pak Gun yang kira-kira usianya tidak jauh beda dengan tetangga
barunya itu. Dengan sedikit malas, Key menanggapi obrolan Pak Gun dengan
anaknya Handi. Rumah Makan Sunda nampak ramai saat Key makan siang yang tak jauh dari kantor
asuransi tempat dirinya bekerja.
“Jadi aneh pisan,
wanita itu tidak pernah tersenyum, menyapa atau berkenalan. Dia itu sangat
tertutup. Pergi pagi-pagi sekali, dan pulang sore, bahkan hampir malam”, kata
Pak Gun sambil mengisap rokoknya memulai obrolan.
“Mungkin orang sibuk, Pak!”, Key menambahkan
sekedar menanggapi.
“Kata Pak RT Rajiman, dia itu seorang dosen dan
belum menikah katanya. Asalnya dari Solo katanya, namanya aku lupa!”,
tambahnya.
“Tinggal sendirian, Pak?”, Key menimpali.
“Berdua sama pembantu”, jawab Pak Gun.
“Ulin atuh
ka imah urang..., kalau mau melihat...”, Handi ikut menambahkan.
Key tersenyum, dalam hatinya dia menolak
keras-keras. Cuma melihat perempuan sombong? Huh, gak ada kerjaan. Tapi
mendengar belum menikah, jadi sedikit tertarik juga, dirinya yang belum punya
calon satu pun sedikit tertantang. Siapa tahu nyantol.
“Dosen muda lagi, pasti pintar ”, pikirnya.Key
tersenyum. Handi tersenyum juga, merasa tawarannya diterima.Semua tersenyum
dengan pikiranya masing-masing.
Tak menjadi soal bangun pagi. Ketiga lelaki itu
selepas jogging keliling komplek,
menggelar acara makan bubur ayam bersama
di teras depan rumah pak Gun. Sambil tak henti-hentinya berharap tetangga
barunya bangun, lalu membuka pintu pagar dan ikut lari pagi, atau menyiram
bunga, atau juga mencuci mobilnya atau beli sayuran atau bahkan mengajak
berkenalan.Ow..sungguh menyenangkan sambil meyelam minun air.
Mereka tertawa dengan versinya masing-masing.
Sudah lebih dari 30 menit mereka ber-over
acting di teras depan. Tetangga barunya belum juga muncul.Bubur, krupuk dan
bergelas-gelas air teh mereka habiskan tetap saja sang penghuni rumah tak
nongol.Pak Gun mulai jenuh.
“Bagaimana nih,
Han? Papa sudah cape nemenin kalian
menunggu perempuan itu. Papa mandi dulu, ya. Kasian Mama nungguin”, katanya
dengan sedikit berapologi.
“Ye... siapa yang ngajak Papa nungguin kita? Papa yang mau kok”, Handi menjawab tepat. Pak Gun kelimpungan, Key tertawa.
“Ya, sudah! Papa kan tadinya cuma sebagai juru info saja!
Kok kalian malah nahan-nahan Papa sih..”, belanya sambil ngeloyor ke dalam.Key
dan handi melongo.Siapa yang nahan?
Bertepatan dengan Pak Gun ke
dalam, pemandangan di depan pun berubah.Tetangga baru keluar dengan pakaian
santai. Rambutnya yang senantiasa digulung, panjang terurai. Dia tak sendiri.
Seorang wanita seusianya berjalan di belakangnya. Mereka bergandengan sambil
tertawa menuju mobil. Mesra, akrab dan sangat dekat.
Handi menyikut Key. Key tak berkedip. Dia nampak kaget,
benar-benar kaget. Matanya
terbelalak.
“Hai, please
jangan norak, Key. Dia pasti meminta bantuan pada kita. Kayu yang diletakkan di
jalan itu tak akan sanggup mereka angkut!”, Handi yang berotak encer untuk
urusan yang seperti ini penuh percaya diri merapikan bajunya.
Dua wanita itu, yang satu anggun dan cantik ber-make up, sedang yang satunya tomboi tapi
manis, mulai membuka pagar. Wajah mereka nampak berseri-seri. Key masih tak
percaya. Mereka mulai pusing dengan kayu yang menghalangi jalan. Handi mulai
beraksi.
“Maaf, bisa saya bantu?”, Handi menawarkan bantuan
sambil senyum-senyum tak jelas.
Kedua wanita itu bertatapan seraya mengangguk.
“Manisnya mereka, seperti kenari”, bisik hati Handi.
“Key, ayo bantu!”. Key berlari gugup, salah
tingkah. Kedua wanita itu masih berdiri di tepi mobil memperhatikan kerja dua
lelaki itu.
“Sudah. Silahkan jalan”, Handi berkata ramah.
“Terima kasih”, jawab si tomboi manis, sedang Key
dan tetangga baru masih bertatapan.Saling mengamati dengan kening berkerut dan
sorot mata yang tajam. Tak lama kemudian tetangga baru menarik lengan kawannya
dengan kasar.
“Tidak mungkin! Win, ayo pergi!”,
katanya. Tak berapa lama suasana hening, hanya tinggal asap-asap yang mengepul.
Sejak saat itu, rumah bernomor 42e selalu sepi, bahkan tak terlihat lagi
BMW hitam itu parkir di depannya. Selang beberapa minggu terdengar kabar kalau
pemilik rumah 42e sudah pindah entah ke mana. Sejak saat itu pula Key menjadi
pendiam. Selepas makan siang di rumah makan langganannya milik ayah temannya,
dia selalu cepat pulang. Wajahnya lesu dan nampak tak bergairah. Handi merasa
khawatir kalau-kalau temannya terkena sakit.
Handi mendatangi Key di rumahnya. Key sedang
melamun.
“Key, kunaon
maneh ngalamun wae?”, katanya.
“Teu nanaon,
kamu tahu ke mana perginya tetanggamu?”, tanyanya.
Handi tertawa lepas. Kini dia tahu temannya mulai
jatuh hati pada tetangga baru yang kini entah di mana.
“Teuing atuh..
Gak pamitan. Kata Mang Kokon pindah.
Kenapa?”, jawabnya balik bertanya.Sambil mengambil gitar dan memainkan
sekenanya.
“Gak
apa-apa...”, Key menjawab ringan.
“Kamu tertarik, Key? Tumben! Bagus ada kemajuan!hahaha”,
Handi menggoda.
“Tapi jangan dia lah. Dia single memang, tapi
sekarang dah gak ada, entah pergi kemana ”, Handi berkata dan seperti tak
peduli.
“Dia akan selalu sendiri!”, Key berkata pasti
menerawang jauh.
“Ye, jangan mengutuk orang sekenamu, Key! Siapa
tahu dia dah ada calon, atau bahkan istri simpanan, atau bahkan pacar si
perempuan tomboy itu hahah.Semuanya bisa
terjadi ”Handi berlagak gak penting
”Kamu tersinggung karena waktu itu dia tak mau
berkenalan, begitu? Ya, biar sajalah, cuma tetangga baru!Apa istimewanya?”
Handi menghibur. Key menarik nafas.Suasana diam.
“Aku sudah kenal, Han”, Key berkata datar. Handi
terbelalak.
“Kapan? Siapa namanya? kapan?”, katanya.
“Dialah orang yang kuceritakan, Han. Terysia.
Wanita yang rela hidup sendiri karena mengaku mencintaiku...”, Key berkata
pelan.Handi terdiam, dia
menatap Key lama.
“Wanita yang rela hidup sendiri, karena takut
reputasinya jatuh di mata suaminya, sebab dia sudah tidur dengan mu?”, tanyanya
kaget sedikit serius.
“Padahal itu biasa zaman sekarang mah ?anak SD aja
dah pacaran!Aneh tuh cewek.Mungkin dia punya pacar baru kali Key?
Udahlah..”Handi mengibur Key.Key tidak peduli dengan ucapan Handi.Dia masih
bicara sendiri seolah tidak bicara pada Hnadi.
“Ya, wanita yang sudah tidak punya rasa terhadap
laki-laki”, Key menjawab.
“Wanita mandiri yang tegar tapi rapuh”, Key
meneruskan. Handi sedikit tersentuh mendengarnya.Dia akhirnya diam.
“Mungkin dia menunggumu, Key!”, katanya pelan
“Aku tak berani, Han. Kesalahanku terlalu banyak!”, akunya.
Suasana hening. Sehening-heningnya.Key menerawang jauh
entah ke mana. Handi terdiam di sudut kamar, tak tahu apa yang harus dilakukan.
18
Juli 2004 (Bandung)
Pisan =sekali (bhs sunda)
Teuing
atuh= tidak tahu
kunaon
maneh ngalamun wae? =kenapa
kamu melamun saja?
Naha
maneh teu ngajak ka urang?=kenapa kamu tidak mengajak saya?
Tidak ada komentar
Posting Komentar